Negara Khilafah Mampu Mengentaskan Kemiskinan

Senin, 30 Mei 20110 komentar



Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai dimana-mana. Tak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota. Dibalik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta misalnya, tidak terlalu sulit di jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), angka kemiskinan masih sangat tinggi mencapai 32,03 juta orang, walaupun pemerintah Indonesia mengklaim berhasil mengurangi angka kemiskinan menjadi 32,02 juta jiwa, akan tetapi kalau menggunakan data penerima raskin (beras untuk rakyat miskin) tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan jamkesmas mencapai 76,4 juta jiwa.
Sementara dalam skala Internasional, kegagalan dan kerusakan yang disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis semakin nyata dan semakin jelas, menurut  Laporan Global Hunger Index ­(GHI) yang dibuat oleh  International Food Policy Research Institute, menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2010 terdapat 1 milyar penduduk dunia yang mengalami kelaparan. (www.ifpri.org).
Kapitalisme: Akar Masalah Penyebab Kemiskinan
Banyak Faktor yang membuat seorang menjadi miskin, namun secara garis besar kemiskinan dapat disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, Kemiskinan Alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut dan lain-lain. Kedua,  Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya SDM akibat kultur masyarakat; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan Negara untuk mengatur urusan rakyat.
Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan struktural.  Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai Negara dewasa ini. Tidak hanya di Negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Kemiskinan struktural tersebut merupakan konsekuensi logis penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang rusak baik secara paradigm  maupun konsep derivatif atau turunan dalam kebijakannya.
Secara paradigma kesalahan mendasar dari sistem ekonomi kapitalis adalah ketika menjadikan kelangkaan (scarcity) barang dan jasa sebagai problem ekonomi dan menyerahkan produksi, konsumsi dan distribusi kepada mekanismme pasar dengan peran Negara yang minimalis. Sementara dalam konsep derivatifnya ekonomi kapitalis memunculkan adanya sektor non riil dalam perekonomian seperti perbankan ribawi, pasar modal, bursa saham, valas [pasar uang], dll) atas sektor riil (perdagangan dan jasa yang bersifat nyata) yang menjadi sumber utama pemicu krisis ekonomi dan moneter serta ketimpangan ekonomi ditengah-tengah masyarakat karena menyebabkan sistem ekonomi riil  tidaak bergerak dan kekayaan hanya bertumpu pada kelompok kecil manusia.
Dalam satu hari, dana yang beredar dalam transaksi semu di pasar modal dan pasar uang dunia di perkirakan rata-rata sekitar 2-3 triliun dolar AS, atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Jadi arus uang lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Republika, 18/8/2000).
Sistem Ekonomi Islam: Solusi untuk pengentasan kemiskinan
Salah satu cabang syariat terpenting yang saat ini banyak dilupakan adalah syariat tentang ekonomi. Syariat Islam memandang perkara ekonomi menjadi dua bagian yaitu ilmu ekonomi yang berhubungan dengan soal bagaimana suatu barang atau jasa di produksi, misalnya teknik industry, management, atau pengembangan sumber daya baru. Islam tidak mengatur secara khusus tentang ilmu ekonomi dan sistem ekonomi yang berhubungan dengan pengurusan soal pemuasan kebutuhan dasar setiap individu didalam masyarakat serta upaya mewujudkan kemakmurannya. Dan ini adalah subjek dari sistem ekonomi Islam dan mewajibkan bagi setiap Muslim termasuk Negara untuk selalu terikat dengannya.
Sistem ekonomi Islam meliputi: Konsep kepemilikan, penggunaan hak milik; dan distribusi kekayaan diantara individu. Dalam konsep kepemilikan, Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu milik pribadi, milik umum atau milik Negara. Kepemilikan umum  mencakup sumber alam seperti minyak bumi, tambang emas, perak, tembaga, dan lain-lain; benda-benda yang pembentukannya tidak mungkin dimiliki individu seperti masjid, jaan raya,  juga benda-benda vital yang dibutuhkan dan dicari-cari manusia dan jumlah kandungan (deposit) amat besar misalnya sumber mata air. Dalam kasus Indonesia, seandainya kepemilikan umum ini di kelola oleh Negara  menurut Fahmi Amhar, Negara akan mendapatkan dana sekitar 1.764 triliun setiap tahun (http://famhar.multiply.com/journal/item/179).
Berdasarkan paradigma tersebut maka islam telah menetapkan politik ekonomi dan mekanisme ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan dan menjamin kesejahteraan umat manusia.
Politik Ekonomi Islam
Politik ekonomi Islam seperti yang dijelaskan Abdurahman al-Maliki (2001) dalam bukunya, As-Siyasah al Iqtisadiyah al Mutsla (Politik Ekonomi Ideal) adalah jaminan pemenuhan atas pemuasan kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan)serta pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang mempunyai gaya hidup yang khas. Politik ekonomi islam diterapkan olehh Negara melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan umat manusia baik untuk pemenuhan kebutuhan pokok individu maupun untuk kebutuhan pokok masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan pokok Individu
Islam telah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam sesuai dengan strategi berikut:
1.       Memerintahkan setiap kepala rumah keluarga untuk bekerja.
Barang-barang kebutuhan pokok tidak mungkin diperoleh, kecuali manusia berusaha mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rezeki dan berusaha. Bahkan Islam telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut adalah fardhu. Banyak ayat dan hadits yang telah memberi dorongan dalam mencari nafkah, diantaranya:
“…Maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS al-jumu’ah: 10)

Banyak sekali hadits yang memotivasi seorang muslim untuk bekerja, diantaranya:
“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni”(HR. Ahmad)

2.       Negara wajib menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, agar bisa bekerja dan berusaha.
Rasulullah SAW pernah memberi dua dirham kepada seseorang dan bersabda:
“Makanlah dengan dengan satu dirham dan sisanya belikan kapak, lalu gunakanlah iia untuk bekerja ”.

3.       Islam mewajibkan kepada kerabat  dan mahramyang mampu untuk memberi nafkah yang tidak mampu.
(Lihat QS 2:233)
“Kewajiban ayah memberi makandan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seorang tidak dibebani, menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian… ” (QS Al-baqarah: 233)

4.       Kewajiban Negara (Baitul Maal)untuk memenuhi jika tidak mampu bekerja
Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya bagi yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki ahli waris baik dananya berasal ari harta zakat yang merupakan kewajiban syar’I, maupun harta lain yang ada di Baitul Maal.
Pemenuhan Kebutuhan Pokok Masyarakat
Pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kebutuhan asasi yang harus dipenuhi oleh manusia dalam hidupnya. Dalam sistem Islam, kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan mewajibkan Negara secara langsung memenuhi kepada setiap individu rakyat.
Dalil yang menunjukkan adalah tindakan Rasulullah SAW bertindak sebagai kepala Negara, dalam bidang keamanan Rasulullah SAW memberikan keamanan kepada setiap warga Negara (Muslim dan Non Muslim/kafir dzimmi) sebagaimana sabdanya:
Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulullah. Apabila mereka melakukannya (Masuk islam atau tunduk pada aturan islam), maka terpelihara oehku darah-darah mereka, kecuali dengan jalan yang hak. Adapun hisabnya terserah kepada Allah” (HR Bukhari, Muslim, dan pemilik sunan yang empat).
Dalam masalah pendidikanRasulullah SAW pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang badar, apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk madinah dalam hal baca dan tulis  akan dibebaskan sebagai tawanan.
Sementara dalam masalah kesehatan Rasulullah SAW pernah membangun tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan membiayainya dengan harta dari baitul maal.
Keberhasilan Negara Khilafah dalam mengatasi Kemiskinan
Solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi kemiskinan, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, bukan pada tataran konsep semata. Perjalanan panjang sejarah kaum Muslim, membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat direalisasikan. Yaitu ketika kaum Muslimhidup dibawah naungan Khilafah dan menerapkan aturan Islam secara Kaffah.
Dalam kitab al-amwaal karangan Abu Ubaidah, diceritakan bahwa khalifah Umar bin Khathab pernah berkata bagikan shadaqah, “Jika kamu memberikan maka cukupkanlah,” selanjutnya beliau berkata lagi, “Berilah mereka itu sedekah berulang kali sekalipun salah seorang diantara mereka memiliki seratus unta.” Beliau menerapkan Politik Ekonomi yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer kepada rakyat. Beliau mengawinkan kaum muslim yang tidak mampu; membayar utang-utang mereka  dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya.
Kondisi politik seperti ini terus berlangsung hingga masa Daulah Umayah dibawah pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada saat itu, rakyat sudah sampai pada taraf hidup ketika mereka tidak memerlukan bantuan harta lagi. Pada tahun kedua masa kepemimpinannya, Umar Bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang dari Baitul Maal secara berlimpah ari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada Gubernur tersebut, “Telitilah, barang siapa berhutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya maka bayarlah hutangnya ”. Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari  di kerumunan Khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah diantara kalian orang-orang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Kemanakah anak-anak yatim? ” Ternyata, tidak seorangpun memenuhi seruan tersebut.
Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan kepada kaum Muslim, tetapi juga kepada orang non Muslim, tanpa adanya perbedaan. Sebagai contoh, dalam akad dzimmah yang ditulis oleh Khalid Bin Walid untuk memenuhi Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka orang yang lanjut usia yang sudah tidak bisa lagi bekerja atau yang ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya, kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskan dari kewajiban membayar jizyah. Untuk selanjutnya dia dan keluarga yang menjadi tanggungannya menjadi tanggungan Baitul Maal Kaum Muslim”.
Bahkan Amerika Serikat yang pada saat ini banyak melakukan kejahatan terhadap kaum Muslimin, Negara  dan Rakyatnya pernah dibantu oleh kekhilafahan Utsmani, hal ini dapat dilihat surat ucapan terima Kasih dari pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim khalifah kesana yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris) abad ke-18.
Penutup
Demikianlah beberapa gambaran sejarah kaum Muslim yang menunjukkan betapa Islam yang mereka terapkan ketika itu benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup, bukan hanya bagi umat muslim tapi juga bagi umat non muslim yang hidup dibawah naungan Islam. Jika demikian halnya, masihkah umat ini tetap rela,hidup tanpa Khilafah Islamiyah? [] Arim Nasim/Lajnah Maslahiyah DPP HTI    

  

       
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Mengukir Peradaban - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger