Menuju Negara Global Terkemuka

Senin, 30 Mei 20110 komentar



Potensi Ideologi Khilafah Islamiyah

Ungkapan “Sick Man of Europe (Orang yang sakit di Eropa)” umumnya dikaitkan dengan ungkapan Tsar Nicholas I dari Rusia tahun 1853, ketika mengomentari Kekhilafahan Turki Utsmani (Ottoman), yang semakin jatuh dibawah control keuangan dari kekuatan kapitalis Eropa dan telah kehilangan banyak wilayah dalam serangkaian perang. Surat dari Sir George Hamilton Seymour, duta besar Inggris untuk St. Pettersburg, kepada Lord John Russell Perdana Mentri Inggris pada saat itu, berisi kutipan Nicholas I dari Rusia yang mengatakan bahwa kekhilafahan Utsmani adalah “a sick man, a very sick man…”

Padahal di abad sebelumnya khilafah Utsmani masih disegani oleh bangsa Eropa. Pendulum pengaruh dan kekuasaan mulai bergerak ke Eropa setelah bangsa Inggris berhasil melakukan Revolusi Industri dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1796. Sampai dengan Perang Dunia II, Inggris menjadi Negara nomor satu dunia. Terkenal dengan sebutan The Great Britain atau Britania Raya, sebuah Negara kepulauan kecil namun memiliki wilayah koloni terbesar didunia saat itu. 

Pasca Perang Dunia II, pendulum pengaruh dan kekuasaan justru meninggalkan Eropa yang hancur akibat perang bergerak ke benua Amerika. Amerika Serikat menjadi Negara nomor satu mengalahkan Inggris dan Negara-negara Eropa lainnya.

Namun belum satu abad Amerika menjadi Negara nomor satu, tanda-tanda berakhirnya era imperium Amerika sudah semakin jelas. Siapapun yang memiliki wawasan tentang percaturan politik Internasional, dapat melihat realitas tersebut dengan terang. Amerika di dunia semakin terbatas dan seringkali mengalami kegagalan, bahkan ambisi Global Amerikapun berani dilawan oleh Negara kecil seperti Korea Utara. Amerika sekarang sudah menjadi “The New Sick Man of The West”.

Bandingkan antara kedudukan Amerika Serikat saat Perang Dunia II dan kedudukannya di perang Afghanistan dan Irak. Dalam kedua perang terakhir ini tampak sekali betapa tidak efektifnya kekuatan militer dan politik Amerika Serikat yang dikatakan sebagai super power  (adidaya) itu. Setiap hari mereka kehilamngan dukungan dari sekutu-sekutunya di NATO., bahkan sejatinya mereka telah gagal memenangkan peperangan di Afghanistan; perang melawan gerakan (jamaah) perlawanan yang hanya menggunakan persenjataan tahun 1970-an dan orang-orang tidak pernah mengikuti pendidikan militer formal. 

Peperangan yang berlangsung lebih lama dari Perang Dunia I, Perang Dunia II, maupun perang Vietnam. Jika saja Amerika tidak mendapat dukungan dan bantuan dari penguasa Pakistan, Saudi dan Iran, tentu mereka sudah sejak lama mengalami kekalahan. Para komandan tinggi Amerika niscaya akan mengalami kekalahan memalukan di Somalia, demikian pula Amerika gagal melindungi sekutu-sekutunya di Georgia dalam perang Ossetia Selatan.

Disisi lain perekonomian Amerika mengalami kebangkrutan. Perang Irak dan Afghanistan telah menguras keuangan Negara Paman Sam ini, ditambah lagi krisis keuangan tahun 2008 telah menghancurkan industry keuangan jasa Amerika. Pada bulan September 2010 lalu, telah kolaps bank Amerika yang ke-300. Dari tahun 2007 – 2010, perekonomian Amerika telah mengalami deficit hingga lebih dari 16 triliyun dollar AS. Amerika juga menjadi salah atu Negara dengan tingkat pengangguran tertinggi didunia, yaitu 17 persen, sebuah angka pengangguran tertinggi selama 45 tahun terakhir. Saat ini utang Negara Adidaya Amerika Serikat mencapai batas atas yaitu $ 14.300.000.000.000 ($ 14,3 triliun), sehingga utang per kapita penduduk AS termasuk tertinggi didunia. Setiap warga AS mempunyai utang 13 kali lebih besar daripada pendapatan mereka. 

Dari aspek moral Amerika adalah bangsa yang bangkrut. Angka penderita AIDS di Amerika merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Pada saat yang sama, AS adalah Negara dengan pendapatan tertinggi dari apa yang disebut sebagai “Pornografi Remaja”.

Amerika pun telah mengobarkan perang yang tak berujung yakni perang melawan Islam dibalik kedok “War on Terrorism”. Dalam perang ini Amerika tidak berperang melawan kekuatan militer formal, melainkan perang melawan milisi-milisi bersenjata seperti Taliban dan kelompok perlawanan di Irak. Meski demikian, kita harus ingat bahwa Amerika adalah satu-satunya Negara Global yang belum pernah memenangkan perang melawan kelompok bersenjata, termasuk gerilyawan komunis Vietnam.

Catatan yang paling penting dari perang yang di kobarkan Amerika ini adalah perang yang bersifat ideologis. Perang melawan sebuah ideology yang berlandaskan pada sebuah kesaksian Laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah.Seperti yang diungkapkan oleh George W. Bush yang menjuluki perang ini sebagai Crusade atau perang salib.

Kesadaran kaum Muslimin bahwa umat ini sedang dalam bahaya, mendorong kaum muslimin untuk mencari perlindungan dari Amirul Mukminin dibawah naungan Negara Khilafah Islamiyah. Sebuah survey yang dilakukan oleh University of Maryland, 2009, tentang opini public global berhasil diperoleh 81 persen kaum muslim merindukan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah.

Melihat kenyataan seperti yang diuraikan diatas, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah arah pendulum pengaruh dan kekuasaan akan kembali bergerak kepada Kaum Muslimin? Mungkinkah segera terwujud sebuah Negara utama nomor wahid atau Negara global terkemuka baru atas dasar Ideologi Islam? Untuk mendapatkan sebuah penilaian objektif mengenai realitas global yang akan segera terwujud ini, maka dapat dianalisis berbagai faktor – faktor  utama yang dibutuhkan guna mewujudkan sebuah Negara nomor satu di dunia tersebut. Bila faktor-faktor krusial tadi secara factual terdapat di negeri – negeri Islam, maka dunia Islam akan menjadi saksi atas tegaknya kembali Negara Khilafah Islamiyah
.
Potensi Ideologi dan Politik Internasional

Situasi Internasional terbentuk dari interaksi antara Negara-negara berpengaruh di dunia. Dinamikanya mengikuti langkah politik yang diambil diantara Negara –negara yang efektif berdiri di panggung Interasional. Meki ada banyak Negara yang aktif dalam kancah internasional. Meski ada banyak Negara yang aktif dalam kancah Internasional, akan tetapi hanya sedikit diantara mereka yang termasuk Negara efektif. Oleh karena itu situasi Internasional selalu berubah seiring dengan naik dan turunnya kekuatan  dan pengaruh diantara Negara-negara efektif tadi.
 
Satu Negara bisa menjadi lemahh dan perannya digantikan oleh Negara lain yang menguat. Perang adalah salah satu cara untul mengubah situasi Politik Internasional dengan cepat. Suatu Negara bisa menjadi lemah karena perang, sehingga mengubah pengaruh dan interaksi antar Negara-negara.  Dalam masa damai pun memungkinkan perubahan secara gradual, satu Negara melemahh sementara Negara yang lain menguat. Namun demikian peperangan merupakan cara yang lebih efektif untuk merekayasa perubahan situasi Internasional.

Untuk menjadi sebuah Negara aktif atau Negara berpengaruh, atau Negara besar bahkan Negara pemimpin terkemuka tidak selalu ditentukan oleh faktor kekuatan militer semata. Barat memiliki pandangan yang tidak meyakinkan tentang kriteria Negara besar dan Negara berpengaruh, mereka mendasarkan pada kekuatan militer, politik dan ekonomi.

Kenneth Waltz (1983), pelopor teori neo-realis dalam ilmu hubungan internasional menggunakan lima kriteria untuk menentukan apakah sebuah Negara termasuk Negara besar (great power) yaitu: besarnya populasi dan wilayah, dukungan sumber daya dan kemampuan ekonomi, stabilitas dan kompetensi politik, serta kekuatan militer. Selain itu, barat lebih memilih istilah super power untuk menyebut Negara yang memiliki posisi dominan dalam percaturan Internasional, dimana Lyman dan Miller, seorang peneliti dari Hoover Institution dan staf pengajar di Nationa Security Affairs di US Naval Postgraduate School Monterey, California mengatakan bahwa “”Komponen dasar suatu Negara super power adalah kekuatan militer, politik, ekonomi, dan kebudayaan”. Bahkan Profesor Paul Dukes mengatakan bahwa Negara super power harus  “mampu melancarkan strategi global, termasuk kemungkinan strategi untuk menghancurkan dunia”. Menilik panbdanngan  barat tersebut tampak sekali semangat imperialisme dan kolonialisme melekat kuat pada maknanya.

Pengertian yang tepat adalah kekuatan suatu Negara tidak hanya bersandar pada keperkasaan militer, tetapi juga di tentukan oleh kekuatan materi, pemikiran, moral serta kekuatan yang di mobilisasidari luar batas – batas geografisnya. Dengan demikian kekuatan suatu Negara mencakup juga ideology atau nilai – nilai universal yang diembannya  keseluruh penjuru dunia disamping kekuatan ekonomi dan militer. Selain itu pula kelihaian dalam menjalankan aksi – aksi politik dan diplomasi. Kekuatan ideology, militer, ekonomi, mempunyai potensi digunakan untuk meraih dan mempertahankan berbagai kepentingan Negara, maupun memantapkan status Negara di percaturan politik Internasional.

Dalam konteks pembicaraan membangun sebuah Negara global berbeda dengan regional. Negara global harus mengelola berbagai isu dan kepentingan seluruh penjuru dunia serta menaruh perhatian dan menjalin hubungan dari berbagai isu dan kepentingan seluruh  penjuru dunia serta menaruh perhatian dan menjalin hubungan dari sudut penjuru dunia. Sebagai konsekuensinya, seluruh permukaan bumi menjadi panggung aktivitas politiknya. Dari sini kita melihat faktor utama yang paling menentukan untuk menjadi Negara global terkemuka adalah ideologinya sehingga pesan – pesan universal yang ingin disampaikan didengar dan diikuti oleh banyak Negara lain di dunia. Ideologi inilah yang akan memandu kebijakan – kebijakan Negara dalam urusan militer, politik, dan ekonomi.

Sebagai contoh kekuatan ideology telah menjadikan kerajaan Inggris, sebuah pulau kecil yang luas daratannya hanya 1,4 persen dari luas permukaan bumi dengan populasi penduduk yang sangat sedikit, ternyata Negara kecil ini mampu menguasai lokasi – lokasi strategis di berbagai benua. Hampir – hampir tidak ada yang mengancam kekuasaan hingga pertengahan abad 20. Contoh lainnya dengan ideology yang berbeda adalah Negara Madinah, sebuah Negara kota awalnya tapi mampu memiliki kekuasaan yang sangat besar hampir separuh kekuasaan bumi tunduk dibawah naungan sistem dan Ideologi Islam.

Potensi ideology inilah yang akan membuat sebuah Negara mampu menjadi kekuatan global baru dikancah pertarungan politik Internasional. Oleh karena itu penting mempelajari situasi politik internasional kontemporer sehingga dapat memahami alasan para pemimpin barat mengkhawatirkan kembali tegaknya Khilafah Islamiyah.

Amerika Serikat
Sejak PD II berakhir, kejayaan kerajaan Inggris turuut berakhir. Sudah dapat di pastikan pula pasca PD II kekuatan AS mengungguli kekuatan Negara-negara lain. Amerika memegang kendali atas ituasi Internasional bersandar pada kekuatan militer dan ekonomi, sedangkan ideology yang diembannya sebenarnya tidak berbeda dengan Inggris atau Negara-negara Eropa lainnya namun keunggulan militer dan ekonomi inilah yang membuat Amerika berada di depan Negara-negara lain.

Namun demikian, setelah 50 tahun berlalu, kini AS tidak lagi menikmati keunggulan sebagai mana yang selalu mereka rasakan sebelum invasi ke Irak. Invasi AS ke Irak dan Afghanistan telah mempengaruhi kekuatan AS dan menguras kekayaan mereka. Ditambah lagi krisis ekonomi global yang dipicu dari krisis kredit perumahan di AS semakin memperburuk kedudukan AS di dunia, sampai-sampai AS menggunakan cara-cara sosialis – yakni intervensi Negara di sektor ekonomi agar tidak jatuh lebih dalam lagi. Langkah itu pun tetap tidak mampu menghentikan keruntuhan ekonominya.

Akibat kemerosotan yang dialami As, berbagai tantangan muncul dari para Negara pesaingnya – dari kalangan kapitalis – telah meningkat, baik dari sisi ukuran maupun ruang lingkupnya. Akan  tetapi, Negara-negara pesaing itu tidak akan mengancam supremasi AS, karena mereka tidak membangun sendiri visi ideologinya.

Jerman dan Jepang
Meski keduanya memiliki perekonomian yang kuat, namun tidak akan menguasai dunia, karena mereka telah menghentikan ambisi globalnya setelah Perang Dunia II.

India
Negara India lebih banyak memainkan peranannya sebagai pelayan Amerika, sambil mengambil manfaat guna meraih tujuan – tujuan regionalnya.

Meski melancarkan strategi anti AS, namun Ruia hanya berusaha menjadi kekuatan regional dan penjaa “halaman belakangnya”.

Cina
Kekuatan regional Cina sudah ada sejak 5.000 tahun lalu, ia juga memiliki perekonomian yang luar biasa dan kekuatan militer yang perkasa. Namun Negara ini tidak akan mampu memimpin dunia karena tidak mempunyai ambisi global, ketidakmampuan Cina mengatasi “Proyek AS” dalam masalah Taiwan dan pemberian otonomi khusus Hongkong menambah panjang daftar ketidakmampuan Cina menjadi kekuatan global.

Inggris dan Perancis
Dua Negara Eropa terdepan dalam memainkan politik luar negerinya di kancah pertarungan politik Internasional. Inggris yang pernah menjadi Negara nomor satu dunia, memiliki keinginan untuk menjadi Negara global terkemuka, namun kekuatan Inggris sudah sangat lemah dibandingkan dengan di masa lalu setelah Amerika berhasil mengalahkan kawasan Timur Tengah dan memotong sumber-sumber kekayaan Inggris di daerah koloni-koloninya. Inggris menjadi lemah dan tidak bisa menghadapi AS secara terbuka. Namun Inggris masih terus memainkan peranan Politiknya agar bisa memelihara Negara jajahannya, sekalipun parsial dengan mengikuti rencana – rencana AS, seperti yang dilakukan dalam perang teluk di Irak dan di Libya sekarang. 

Adapun Perancis mencoba mengambil peran Internasionalnya di daerah yang pernah menjadi jajahannya seperti Lebanon, Tunisia, Aljazair dan sebagian wilayah Afrika Utara. Namun untuk menantang Amerika secara langsung Perancis tidak mempunyai kekuatan yang cukup.

Selain itu kedua Negara ini belum akan menjadi kekuatan global baru menggantikan Amerika Serikat karena Ideologi yang diemban keduanya sama dengan ideology yang diemban Amerika. Harus di pahami bahwa sebuah kekuatan global yang baru yanbg bisa muncul jika Negara tersebut menganut ideology alternative, ideology yang berbeda dengan ideology Negara global yang sedang mendominasi.

Khilafah Islamiyah
Ancaman paling potensial yang akan meruntuhkan Amerika dan peradaban barat justru datang dari Khilafah Islamiyah. Para pemimpin barat sudah mampu mengindra kekuatan dahsyat Ideologi Islam yang akan diemban oleh Khilafah Islam bila sudah tegak kembali. Oleh karena itu, mereka berusaha mencegah kemunculan Negara ideologis ini ditengah-tengah mereka.
Berbagai jurnal akademik, hasil penelitian, pernyataan politik, garis kebijakan pemerintah barat, opini public global, laporan lembaga think-tank, maupun laporan inteligen selama 10 tahun terakhir ini telah berulang kali menyimpulkan bahwa tengah terjadi proses perubahan yang berjalan perlahan, sangat mendasar dengan daya jangkau luas. Perubahan yang dimaksud tidak lain adalah kebangkitan pemikiran dan politik dunia Islam.
Banyak peneliti diantaranya Alec Rasizade (2003), M.R Woodward (2004), Thomas R. Mc Cabe (2007), J.O’Loughlin (2009), Mustafa Aydin, Cynar Ozen (2010), Rachel Rinaldo (2010), dan Sanjida O’Connel (2010) menyimpulkan dalam penelitian mereka bahwa “Kebangkitan Islam dan Khilafah merupakan suatu kenkiscayaan”.

Sekalipun bersifat non fisik, perjuangan penerapan syariah Islam dibawah naungan Khilafah Islam menjadi tantangan ideologis terbesar yang dihadapi oleh AS dan Barat.

Mantan Wakil Presiden AS, Dick Cheney (23/2/2007), menyatakan dengan gamblang : “Mereka mempunyai tujuan utama untuk mendirikan kekhilafahan, yang wilayahnya meliputi Spanyol, melintasi Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Selatan hingga Indonesia dan (Khilafah) itu tidak akan berhenti disana ”. Selain itu, Mantan Mentri Luar Negeri Inggris Charles Clarke, dalam pidatonya dihadapan lembaga Think-tank AS, The Heritage Foundation, mengatakan : “Tidak boleh ada negosiasi tentang rencana penegakan kembali Khilafah; tidak boleh ada negosiasi penerapan hukum-hukum Syariat”.

Dalam Pidatonya pada konvensi Tentara Amerika yang ke-89 (28/8/2007), Presiden Bush berbicara mengenai “ekstrimis” adalah keinginan untuk menjejalkan visi gelap, yang sama sepanjang Timur Tengah dengan menegakkan kem bali Kekhilafahan radikal dan penuh kekerasan diwillayahnya yang membentang dari Spanyol ke Indonesia. “These extremists hope to impose that same dark vision across the Middle East by raising up violent and radical caliphate that spans from Spain to Indonesia,” tegasnya. Ancaman potensial yang berasal dari Negara Khilafah berulang kali disampaikan oleh pemerintahan Bush, dan itulah salah satu alasan dibalik invasi Amerika ke Irak dan Afghanistan.

Akhirnya, berdasar realita yang terjadi di panggung politik Internasional, berbagai pernyataan yang keluar dari mulut tokoh-tokoh barat dan tumbuhnya kesadaran politik dan ideology kaum Muslimin di dunia Islam, maka bukan esuatu yang tidak mungkin. Negara Khilafah Islamiyah akan menjelma menjadi Negara global terkemuka  dan istimewa di abad 21.               
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Mengukir Peradaban - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger