Pembatasan BBM Bersubsidi atau Kenaikan BBM: Kebijakan Khianat dan Dzalim Terhadap Rakyat (part 2)

Minggu, 16 Juni 20130 komentar

(6) Kebijakan ini adalah Turunan Dari Kebijakan Haram Privatisasi. Ketentuan ini didasarkan pada alasan-alasan berikut ini.

Larangan memindahkan kepemilikan umum kepada individu atau swasta juga ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berbicara tentang kepemilikan umum atas harta benda yang secara tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki secara pribadi. Dari ‘Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

“Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu sampai di sana“. [HR Imam Tirmidziy, Ibn Majah, dan al-Hakim dari ‘Aisyah ra].

Hadits tersebut menyatakan bahwa Mina dapat ditinggali siapa pun yang terlebih dahulu datang. Ketentuan hadits ini menunjukkan bahwasanya seluruh kaum Muslim memiliki hak yang sama atas kota Mina. Pasalnya, jika Mina menjadi milik individu, niscaya orang yang datang terlebih dahulu tidak berhak mendiami Mina .

Inilah sebagian argumentasi yang menunjukkan haramnya melakukan privatisasi barang-barang milik umum (milkiyyah al-’aamah), serta kebijakan-kebijakan yang menginduk kepadanya, semacam kebijakan pembatasan BBM bersubsidi


(7)
Jika diteliti secara jernih dan mendalam, dapatlah disimpulkan bahwa hukum pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM adalah haram. Adapun alasan kedua keharaman kebijakan itu adalah:

2. Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi Maupun Kenaikan Harga BBM Menjadi Jalan Bagi Orang Kafir Menguasai Kaum Muslim.

Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM akan membuka jalan selebar-lebarnya bagi asing untuk menguasai kekayaan bangsa ini. Sebab, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM tidak saja menguntungkan korporasi-korporasi minyak asing, lebih dari itu, kebijakan ini semakin menguatkan eksistensi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia.

Tidak terhenti di situ saja, dengan terkuasainya migas oleh perusahaan-perusahaan asing, orang-orang kafir barat memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mendominasi dan mengintervensi kebijakan-kebijakan ekonomi maupun politik pemerintah. Keadaan seperti ini tentu saja bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, syariat Islam telah melarang kaum Muslim memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah swt:

“dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin”.[TQS An Nisaa` (4):141]

Imam Asy Syaukani dalam Kitab Fath al-Qadir menafsirkan frase [wa lan yaj'al al-Allah li al-Kaafiriin ‘ala al-Mu`miniin sabiila] sebagai berikut:

“Ayat ini berlaku di hari kiamat jika yang dimaksud dengan al-sabiil adalah al-nashr (pertolongan) dan al-ghalb (kemenangan); atau berlaku di dunia jika yang dimaksud dengan al-sabiil adalah al-hujjah (argumentasi).Ibnu ‘Athiyah berkata, “Seluruh ulama ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hal itu adalah hari kiamat”.Ibnu al-‘Arabiy berkata, “Penafsiran seperti itu lemah dikarenakan tidak adanya faedah dari khabar tersebut”. Sebabnya, orang menyangka bahwa kalimat yang terakhir dikembalikan kepada kalimat awalnya, yakni firman Allah swt [wallahu yahkumu bainahum yauma al-qiyaamah], dan hal ini telah melenyapkan faedah kalimat tersebut. Sebab, (penafsiran seperti itu) mengulang-ulang makna dari kalamNya.

Dinyatakan pula bahwa makna ayat tersebut adalah: sesungguhnya Allah swt tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menghapuskan negara kaum Muslim, melenyapkan pengaruh mereka, dan merusak kesucian mereka; sebagaimana makna yang tersebut dalam sebuah hadits shahih, “Dan tak ada seorang musuh pun dari selain kaum Muslim yang mampu mengalahkan kaum Muslim, dan merusak kesucian mereka, walaupun seluruh manusia bersatu untuk mengalahkan mereka, hingga mereka saling memerangi satu dengan yang lain, dan mencela satu dengan yang lain”.

Dan ada pula yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin selama kaum Mukmin masih menjalankan kebenaran dan tidak ridlo dengan kebathilan, dan tidak meninggalkan aktivitas mencegah dari kemungkaran; sebagaimana Allah swt berfirman, “Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”.[TQS Asy Syura (42):30]. Ibnu al-‘Arabiy menyatakan, “Dan penafsiran ini sangatlah bagus”.Dan ada pula yang menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin secara syar’iy. Jika terjadi –(kaum Mukmin dikuasai oleh kaum kafir), maka keadaan itu bertentangan dengan syariat. Inilah ringkasan pendapat yang dinyatakan oleh ahli ilmu mengenai ayat ini. Dan ayat ini layak dijadikan hujjah untuk banyak masalah”.[Imam Asy Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2/321-322]

Makna yang paling tepat adalah; secara syar’iy kaum Muslim diharamkan dikuasai oleh kaum kafir.Pasalnya, realitas menunjukkan bahwasanya kaum Muslim pernah dikuasai dan dikalahkan oleh kaum kafir; seperti kekalahan kaum Muslim dari bangsa Tartar, pasukan Salib, dan negara-negara imperialis barat.Untuk itu, penafian yang terdapat di dalam ayat di atas harus dibawa ke arah penafian hukum, bukan penafian atas realitasnya.Kesimpulan seperti ini didapatkan dengan mengkaji dalalah yang terkandung pada ayat tersebut. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani rahimahullah ketika memberi contoh tentang dalaalah al-iqtidla’, menyatakan:

“Contoh yang lain adalah firman Allah swt [wa lan yaj'al al-Allahu li al-kaafiriin ‘ala al-Mukminiin sabiila]. Sesungguhnya, adanya jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin kadang-kadang terjadi secara factual. Hal itu pernah terjadi pada masa Rasulullah saw di Mekah, karena kaum Muslim yang hidup di sana dikuasai oleh pemerintahan kaum kafir.

Hal itu juga terjadi pada masa sesudah Nabi saw. Negeri Andalusia di mana kaum Muslim hidup di dalamnya telah dikuasai oleh pemerintahan orang-orang kafir, dan hal itu juga terjadi pada masa sekarang. Penafian adanya jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin dengan lafadz “lan” yang berfaedah pada “penafian yang bersifat abadi (selama-lamanya)” untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Oleh karena itu, penafian tersebut harus diarahkan pada penafian hukum, yakni penafian terhadap perkara yang boleh (nafiy al-jawaaz).Artinya, diharamkan adanya jalan bagi orang kafir menguasai kaum Mukmin. Hal ini termasuk perkara yang menjadi konsekuensi logis (dari) syariat untuk menjamin kebenaran sebuah khabar”.[Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, Asy Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, juz 3/183]

Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang menjadi derivasi kebijakan privatisasi sector migas telah membuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum kafir untuk menguasai kaum Muslim.Oleh karena itu, kebijakan ini harus ditolak untuk membebaskan negeri ini dari penjajahan kaum kafir


(8) Jika diteliti secara jernih dan mendalam, dapatlah disimpulkan bahwa hukum pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM adalah haram. Adapun alasan ketiga keharaman kebijakan itu adalah:

3. Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi dan Kenaikan Harga BBM adalah Kebijakan Diskriminatif dan Mendzalimi Rakyat

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi -yang ujung-ujungnya adalah pencabutan subsidi secara menyeluruh– jelas-jelas akan menambah beban hidup rakyat.

Padahal, sebelumnya rakyat sudah harus menanggung beban berat akibat kebijakan privatisasi yang telah merambah pada sektor pelayanan public (public service obligation), seperti pendidikan, kesehatan, kelistrikan, air, dan pelayanan publik lainnya.Atas dasar itu, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang jelas-jelas memberatkan rakyat adalah haram. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw:

“Barangsiapa menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak di hari kiamat“.[HR. Imam Bukhari]

Dituturkan dari Ummul Mukminiin ‘Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah berdoa:

“Yaa Allah, barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia menyempitkan mereka, maka sempitkanlah dirinya; dan barangsiapa memiliki hak untuk mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah dirinya dengan baik“.[HR. Imam Ahmad dan Imam Muslim]

Imam An Nawawiy, dalam Syarah Shahih Muslim, mengomentari hadits ini sebagai berikut:

“Hadits ini berisi pencegahan yang paling jelas dari perbuatan menyempitkan urusan manusia, sekaligus dorongan yang sangat besar untuk berbuat lemah lembut kepada manusia. Hadits-hadits yang semakna dengan hadits ini sangatlah banyak”.[Imam An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, juz 6/299]

Selain karena alasan di atas, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi merupakan kebijakan yang diskriminatif. Pasalnya, kebijakan ini akan berakibat pada tertutupnya akses sebagian masyarakat untuk mendapatkan BBM yang murah. Padahal, semua orang memiliki hak, andil, dan bagian yang sama terhadap harta-harta yang termasuk dalam kepemilikan umum, tanpa membedakan lagi perbedaan status social, warna kulit, suku, dan bahasa. Negara berkewajiban mengelola harta kepemilikan umum sesuai dengan syariat Islam hingga semua orang bisa mendapatkan bagian dan akses yang sama. Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, jelas-jelas akan menutup akses sebagian orang untuk mendapatkan pasokan BBM.

Masalah lain yang sering dilupakan adalah, tidak ada istilah “subsidi pemerintah” dalam perkara-perkara yang menjadi hak seluruh rakyat. Migas adalah hak seluruh kaum Muslim, bukan hanya hak Negara maupun sekelompok orang.Rakyat bukanlah pihak yang wajib dibelaskasihani dengan adanya subsidi.Sebab, rakyat adalah pemilik sejati migas, bukan negara.Hubungan negara dengan rakyat dalam masalah ini bukanlah hubungan antara penjual dan pembeli, maupun hubungan antara si kaya yang memberi subsidi kepada yang miskin.Negara adalah institusi yang ditunjuk oleh syariat untuk mengelola kepemilikan umum agar seluruh kaum Muslim bisa mendapatkan bagian yang setara dalam hal pemanfaatan, akses, dan pembagian.Imam Ahmad menuturkan sebuah hadits dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi saw, bahwasanya beliau saw bersabda:

“Barang siapa menghalangi (orang lain untuk mengambil atau memanfaatkan) kelebihan air atau kelebihan padang rumputnya, maka Allah Azza wa Jalla akan menghalangi keutamaanNya kepada dia pada hari kiamat“.[HR. Imam Ahmad]


(9) Jika diteliti secara jernih dan mendalam, dapatlah disimpulkan bahwa hukum pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM adalah haram. Adapun alasan keempat keharaman kebijakan itu adalah:

4. Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi Maupun Kenaikan Harga BBM Adalah Kebijakan yang Lahir dari Sekulerisme-Liberalisme

Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM bukanlah kebijakan yang lahir dari Islam, tetapi, lahir dari sekulerisme-liberalisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Islam. Padahal, seorang Muslim diwajibkan untuk berbuat di atas dasar Islam, bukan atas dasar paham atau pemikiran lain. Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda:

“Siapa saja yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak atas perintah kami, maka perbuatan itu tertolak“.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Sesungguhnya, sejak negeri ini menerapkan paham demokrasi-sekulerisme; sebagian besar kebijakan public yang diterapkan di negeri ini tegak di atas paham demokrasi-sekuler, bukan Islam. Akibatnya, semua kebijakan yang ada di negeri ini bertentangan dengan Islam, baik dari sisi asas maupun perinciannya. Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM, dari sisi asasnya adalah kebijakan bathil. Sebab, kebijakan ini lahir dari paham kapitalisme-sekulerisme.Adapun dari sisi perinciannya, telah terbukti bahwa kebijakan ini bertentangan dengan syariat Islam yang mengatur pengelolaan harta kepemilikan umum. Oleh karena itu, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM jelas-jelas bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam.


(10) Kesimpulannya: Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kebijakan kenaikan harga BBM merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam dan merugikan rakyat. Masih banyak kebijakan-kebijakan publik lain yang harus disikapi oleh kaum Muslim, wa bil khusus, oleh para alim ulama.

Jika diteliti dan dikaji kembali secara teliti, munculnya kebijakan-kebijakan yang bertentangan dan syariat tersebut disebabkan karena negeri ini menjadikan paham kapitalis-sekuler sebagai asas penyelenggaraan urusan negara; dan menerapkan hukum-hukum kufur buatan barat sebagai aturan untuk mengatur urusan rakyat.

Selama asas dan sistem penyelenggaraan negara masih didasarkan pada kapitalisme-sekulerisme, kaum Muslim akan tetapi berada dalam kubangan persoalan. Oleh karena itu, tuntutan kaum Muslim tidak boleh terhenti hanya pada pencabutan kebijakannya saja, akan tetapi, harus diarahkan pada penggantian asas dan sistem yang mendasari penyelenggaraan urusan negara dan rakyat. Wallahu al-Musta’an wa Huwa Waliyu al-Taufiq.[] Selesai.

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI)
Facebook: https://www.facebook.com/muslimah4khilafah
Twitter: https://twitter.com/Women4Khilafah
 


20 Maret, Sopir Truk Demo Tolak Kenaikan Harga BBM   
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Mengukir Peradaban - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger